logo
Back to List
Artikel

Revolusi Kesadaran Kedua

thumbnail

Pendahuluan.

Revolusi Kesadaran Pertama, yang terjadi sejak awal kemunculan manusia sekitar 2 juta tahun lalu; manusia menyadari bahwa mereka berbeda dari ciptaan lainnya, berbeda dari hewan, tumbuhan dan yang lainnya. Manusia dengan kesadarannya mampu berpikir dan membuat berbagai macam peralatan sesuai kebutuhannya, yang secara perlahan, dari waktu ke waktu menjadi lebih baik; manusia menjadi spesies paling berkuasa di antara semua spesies. Dengan kemampuan berpikir, manusia menciptakan alat-alat dari batu, kayu, dan tulang, dan mencari makanan dengan cara berburu serta mengumpulkan umbi-umbian, buah-buahan, dan daun-daunan. Manusia berusaha tetap hidup dan melanjutkan keturunannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia purba hidup mempertahankan diri di tengah alam yang penuh tantangan, dengan kemampuan yang serba terbatas.  Di Indonesia, manusia purba diperkirakan telah muncul pada kala Plestosen Awal sekitar 1,9 juta tahun lalu, yaitu Pithecanthropus modjokertensis.

Manusia purba berdiri dan berjalan di atas kedua kakinya, dan dengan demikian perkembangan otaknya tidak terhambat. Tangannya bebas menjalankan fungsinya, antara lain dalam membuat dan menggunakan berbagai macam alat; dan perkembangan keterampilan tangan ini merangsang perkembangan otak. Hidup secara komunal, belum ada keluarga inti; semua bertanggungjawab untuk kelangsungan hidup bersama. Kesadaran telah bangkit dan mulai berpikir; mampu menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bersama; mampu berbahasa, walaupun masih sangat sederhana; mampu membuat dan mengendalikan api, dan kemampuan ini menjadi salah satu pembeda antara manusia dengan hewan. Semua kemampuan di atas bibukung oleh otak yang sudah cukup besar; dan sebaliknya perkembangan kemampuan manusia merangsang perkembangan otaknya. Manusia adalah mahluk sosial sejak dalam kehidupan para pendahulunya. Perkembangan manusia purba sangat lambat, antara lain akibat: pertama, otak belum cukup besar, dan oleh karena itu fungsinya masih sangat sederhana; kedua, usia manusia masih pendek, akibatnya pengalaman setiap individu masih sangat sedikit, dan demikian pula dengan pengetahuannya; ketiga,  komunikasi dan bahasa masih sangat sederhana, yang mengakibatkan proses belajar mengajar terhambat; dan keempat, belum ada tulisan yang membuat pengalihan pengetahuan antar generasi hanya secara lisan.

Pada awalnya, manusia hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan dengan peralatan dari batu, kayu dan tulang. Kehidupan manusia pada masa itu sangat berat, menghadapi banyak tantangan, dengan kemampuan sangat sederhana. Manusia dengan kemampuan yang masih sangat terbatas, menghadapi berbagai ancaman, antara lain dari binatang buas. Hidup berkelompok, bekerjasama satu dengan yang lain, bantu-membantu dan tolong menolong, agar dapat bertahan hidup dan melanjutkan keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia, sejak awal  telah terbiasa hidup berkelompok, memenuhi kebutuhan hidup bersama dengan memanfaatkan apa yang tersedia di  alam. Mendiami tempat yang cukup bahan pangan, antara lain di sekitar tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan buruan. Tempat seperti itu berupa padang rumput, semak belukar dan hutan kecil dekat dengan sungai atau danau. Disana mereka membuat pangkalan berupa tedeng dahan dan daun-daunan. Kalau suatu tempat telah kekurangan bahan pangan mereka pindah ke tempat lain, dan begitu seterusnya. Kehidupan awal ini sangat sederhana, dan sesuai dengan pengalamannya berkembang secara bertahap dengan kemajuan yang sangat lambat. Berburu hewan besar harus dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat, dan untuk itu perlu perencanaan bersama. Tentu telah terjadi komunikasi dengan isyarat yang saling dimengerti oleh mereka. Sekelompok manusia bekerjasama, dimulai dengan mengatur siasat untuk berburu hewan besar, kemudian bersama-sama memburunya, menangkap dan melumpuhkan, membawa pulang ke pangkalan dan membaginya kepada semua warga kelompok. Kerjasama  ini disebut gotongroyong. Grahamme Clark dalam bukunya “The Stone Ages Hunters” mengungkapkan bahwa usaha perburuan hewan sudah dilakukan pada kala Plestosen Tengah, antara lain oleh kelompok-kelompok manusia purba Pithecanthropus Pekinensis (Sinanthropus Pekinensis) di daratan China. Hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya.

Masyarakat pemburu-pengumpul hidup dalam kesetaraan, termasuk kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hubungan sosial didasarkan atas semangat kekeluargaan. Semuanya saling membantu dalam pengumpulan dan pembagian makanan; dalam penyiapan tempat tinggal sementara; dan dalam menghadapi musuh. Para pejuang suku akan ditemukan dengan melihat kemampuan mereka di lapangan berburu dan penangkapan  ikan. Tetapi dalam masyarakat ini, tidak tersedia cukup tenaga profesional untuk berperang. Baru kemudian, dalam masyarakat bercocok tanam yang berhasil menghasilkan makanan berlimpah, hingga terjadi surplus pangan, yang disertai peningkatan jumlah penduduk tersedia banyak tenaga militer profesional untuk berperang. Dalam masyarakat Palaeolitik, organisasi sosial adalah kerjasama. Masing-masing kelompok bekerjasama dalam perjuangan mempertahankan keberadaannya. Periode Paleolitik dimulai sekitar setengah juta tahun lalu, dan berlanjut ke periode Neolitik yang dimulai sekitar 6000-5000 SM. Pada periode Paleolitik, masyarakat hidup sebagai pemburu-pengumpul, dan pada periode Neolitik masyarakat pemburu-pengumpul secara bertahap nerubah menjadi masyarakat bertani; dan perubahan ini berlangsung lambat, selama ribuan tahun. Masa ini sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia, karena dengan bertani manusia mulai mengendalikan alam; manusia memilih tanaman yang akan ditanam dan hewan yang akan diternakkan.

Masyarakat bertani.

Masyarakat bertani membudidayakan tanaman dan hewan untuk kepentingannya sendiri, menyebut spesies yang mengganggunya sebagai mahluk liar, dan berusaha untuk memusnahkannya. Sampai di sini, manusia telah berhasil mengubah seleksi alam menjadi seleksi manusia. Kemajuan manusia terutama ditentukan oleh dua kemampuannya, hasil belajar, meneliti, dan berinovasi, yaitu: pertama, kemampuan membuat dan menggunakan alat, baik alat material maupun non-material; dan kedua, kemampuan bekerjasama dengan manusia lain, baik dalam keluarga, dalam kelompok, antar kelompok, dalam negara, antar negara, dan antar peradaban. Kemampuan ini membuat manusia mampu mengelola alam dan menyelenggarakan kehidupan sosial. Masyarakat bertani muncul sebagai upaya manusia prasejarah mempertahankan hidupnya, melalui proses panjang yang sulit, setelah berburu dan megumpulkan bahan pangan tidak mencukupi. Hutan belukar ditebang dan dibakar, diubah menjadi ladang yang memberi hasil pertanian, walaupun masih sederhana. Namun demikian kegiatan berburu dan menangkap ikan masih diteruskan untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Jumlah penduduk mulai meningkat dan alat yang dibuat semakin baik dan beranekaragam. Bertani masih sederhana dan dilakukan berpindah-pindah untuk mencari lahan subur.

Pada masa itu mulai terlihat tanda cara hidup menetap di perkampungan dengan tempat tinggal sederhana, didiami berkelompok oleh beberapa keluarga. Mereka cenderung mendiami tempat terbuka dekat air, seperti pinggiran sungai, tepian danau dan daerah pantai. Pada awalnya mereka menanam umbi-umbian seperti keladi, karena mereka belum mengetahui cara menanam biji-bijian.[1] Manusia mulai bertani, yang pada awalnya sebagai peladang berpindah, untuk mencari lahan subur, dan cara ini dimungkinkan karena lahan kosong masih sangat luas. Masa ini sangat penting dalam sejarah peradaban manusia, karena pada masa ini penemuan baru berupa  penguasaan sumber daya alam bertambah dengan cepat. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dijinakkan dan dipelihara, dan ini berarti seleksi alam berubah menjadi seleksi manusia. Pada perkembangan selanjutnya, teknologi bertani semakin baik; produksi makanan meningkat dan kelebihannya tersedia bagi penduduk bukan petani, seperti para pengrajin, pedagang, dan pemimpin agama. Populasi meningkat lebih cepat, karena pertanian dan peternakan dapat menyediakan lebih banyak makanan. Bagi petani banyak anak lebih menguntungkan karena akan membantu orang tua di pertanian, peternakan, membangun tempat tinggal dan berbagai kegiatan lainnya.        

Negara-bangsa yang demokratis.

Pada awalnya adalah masyarakat egaliter, dengan hak dan martabat yang sama, dan kepemimpinan yang berlaku adalah kepemimpinan primus inter pares (yang pertama dari yang sama). Tetapi pada perkembangan selanjutnya, sentralisasi kekuasaan politik menimbulkan diferensiasi kelas, dan sejak itu secara perlahan martabat manusia di buat berbeda. Tetapi beberapa abad terakhir ini, kekeliruan ini disadari dan dikoreksi. Disadari dan diakui bahwa hanya ada satu martabat, yakni martabat manusia. Kesadaran ini mendorong masyarakat berjuang mewujudkan negara yang memperlakukan manusia secara sama, dengan martabat yang sama, yakni martabat manusia, dan negara tersebut adalah negara demokrasi. Logika kesetaraan, yang sempat dilupakan selama ribuan tahun, diberlakukan kembali. Perubahan tatanan kenegaraan ini adalah bagian dari perkembangan peradaban, dan merupakan capaian yang sangat mendasar dan manusiawi. Sejarah umat manusia pernah melalui masa kelam dalam waktu yang sangat lama, terutama dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang membedakan martabat manusia. Tetapi sekarang ini, manusia kembali menerapkan nilai kesetaraan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan, dan hampir semua negara di dunia sekarang ini menggunakan sistem demokrasi. Masyarakat egaliter kembali diberlakukan, disertai dengan kepemimpinan primus inter pares.  Puncak pencapaian peradaban di bidang politik adalah pendirian dan penyelenggaraan negara-bangsa yang demokratis, damai dan stabil.

Dalam Peradaban Barat, revolusi politik dimulai dengan Revolusi Inggris pada abad ke-17, diikuti oleh Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis pada abad ke-18, dan kemudian berlanjut ke seluruh Eropa pada abad ke-19, dan menyebar ke seluruh dunia pada abad ke-20. Revolusi Inggris berawal dari konflik antara Parlemen dengan Dinasti Stuart. Konflik berkembang menjadi perang sipil, dan Parlemen keluar sebagai pemenang. Revolusi Inggris berakhir pada tahun 1689, setelah berlangsung sekitar setengah abad, dan terwujudlah supremasi Parlemen. Ditinjau dari sudut pandang sejarah dunia, Revolusi Inggris adalah perjuangan prinsip liberalisme dan penerapannya. Revolusi Inggris digerakkan oleh kelas menengah yang mendukung Parlemen dalam mewujudkan toleransi beragama serta keamanan pribadi dan properti. Revolusi Inggris berlanjut ke Pencerahan (Enlightenment), yang terjadi sebelum Revolusi Prancis.[2] Revolusi Amerika pecah di tigabelas koloni Inggris di Amerika. Kesamaan Revolusi Inggris, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis terutama pada kebangkitan politik massa, yang digambarkan oleh pelembagaan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan negara. Nasionalisme adalah fenomena modern dalam sejarah Eropa, yang belum dikenal pada Abad Pertengahan. Terjadi tiga perkembangan yang berlangsung secara bertahap, menuju ke pelembagaan negara nasional, yaitu perkembangan bahasa lokal, kemunculan gereja-gereja nasional, dan konsolidasi negara-negara independen, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Portugal, dan Denmark. Muncul simbol dan ritus nasional, seperti bendera nasional, lagu kebangsaan, dan hari libur nasional. Nasionalisme berkembang menjadi faktor utama dalam sejarah Eropa pada abad ke-19, dan dalam sejarah dunia pada abad ke-20.

Republik Indonesia adalah suatu negara-bangsa yang demokratis. Pada 26-28 Oktober 1928, di Jakarta, dalam  Kongres Pemuda II, yang menggabung semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Kongres ini membawa semangat nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi. Semua utusan yang datang mengucapkan sumpah setia “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia”. Sumpah tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; 2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; 3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bertempat di rumah Sukarno, oleh Sukarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia menyatakan: Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama menyatakan: Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.  Reformasi politik di Indonesia adalah perubahan politik dari sistem pemerintahan otoritarian ke sistem pemerintahan demokrasi, dan berlangsung sejak pemerintahan Presiden Habibie. Reformasi Politik telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: Konstitusi menjamin hak asasi manusia; hak-hak politik dan kebebasan sipil dipenuhi; kebebasan pers dijamin; pemilihan umum berlangsung adil, bebas, kompetitif dan berkala; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan Presiden hanya boleh dipilih satu kali lagi. Sistem Politik Indonesia di era reformasi ini lebih memperkuat prinsip check and balances, yang mencegah dominasi lembaga negara yang satu terhadap yang lain. Reformasi Politik telah mempunyai dasar yang jelas dalam UUD 1945 yang dari tahun 1999 sampai dengan 2002 telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan UUD 1945 telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: konstitusi menjamin pemenuhan martabat manusia serta hak-hak politik dan kebebasan sipil; kebebasan pers; pemilihan umum yang adil, bebas dan demokratis; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan masa jabatan Presiden dibatasi.[3] Menurut Jakob Tobing, Wakil Ketua PAH III BP MPR (1999 – 2000) dan Ketua PAH I BP MPR (2000 – 2002), setelah Perubahan UUD 1945 Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat, HAM, supremasi hukum dan sistem politik checks and balances telah dimeteraikan.[4] Ditinjau dari perspektif peradaban, revolusi politik di Indonesia telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka; dan menyelenggarakan suatu negara-bangsa, yaitu Republik Indonesia yang demokrasi, damai dan stabil; dan kemajuan ini adalah suatu prestasi besar yang belum dapat diwujudkan oleh banyak negara di bumi ini. 

Masyarakat rasional.

Manusia adalah mahluk bumi; mahluk sosial; mahluk berpikir, belajar dan kerja; mahluk pembuat dan pengguna alat. Dengan berpikir manusia meningkatkan pengetahuannya, dan kemudian membuat alat sebagai penerapan pengetahuannya itu. Manusia menghasilkan ilmu dan teknologi, kemudian memanfaatkannya untuk peningkatan taraf hidup, dan selanjutnya dengan taraf hidup yang lebih meningkat, pengembangan ilmu dan teknologi bergerak lebih cepat, dan selanjutnya memberi manfaat lebih banyak lagi, dan begitu seterusnya.         Ada hubungan erat antara pengetahuan dengan teknologi, yaitu, Pertama, Pengetahuan menjelaskan apa yang ada, dan teknologi menyatakan apa yang perlu diadakan dan bagaimana mengadakannya. Kedua, Manusia menemukan dan mengembangkan pengetahuannya dengan melihat dan menganalisis fenomena alam dan sosial. Dengan pengetahuan tersebut manusia mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhannya. Ketiga, Manusia belajar berpikir logik, analitis, dan sistematis, dan dengan berpikir seperti ini, manusia mengembangkan ilmu. Ilmuwan berpikir dengan menggabungkan pendekatan rasional dan pengalaman empiris. Inilah kelebihan cara berpikir seorang ilmuwan dibanding dengan cara berpikir seorang awam. Ditengah masyarakat yang ilmunya berkembang baik dan memiliki banyak ilmuwan, masyarakat tersebut menjadi lebih rasional dibanding dengan masyarakat lain yang secara ilmiah terbelakang. Masyarakat rasional berorientasi ke masa depan, mampu melepaskan diri dari tawanan masa lalu, dan bergerak ke depan membawa pencerahan bagi dirinya dan wilayah di sekitarnya.

Revolusi Industri dimulai di Inggris pada seperempat ketiga abad ke-18, dan berhasil mengubah kehidupan pertanian, peternakan, dan industri; kemudian revolusi ini menyebar ke Eropa kontinental dan Amerika Utara. Prestasi Inggris ini telah di samai oleh negara-negara Barat lainnya, dan membuat Barat secara keseluruhan lebih maju. Kemajuan ilmu dan teknologi di Barat menjadi unsur utama dalam pengembangan perekonomian dan peningkatan derajat kesehatan. Penemuan mesin uap dan kemajuan ilmu ekonomi menggerakkan revolusi industri dan kapal uap. Produksi barang meningkat pesat, yang dengan cepat di distribusikan ke seluruh dunia. Kapal uap tidak hanya membawa barang, tetapi juga memindahkan para migran secara besar-besaran dari Eropa ke berbagai tempat di dunia, seperti Amerika, Australia, dan Afrika. Kedatangan migran dari Eropa ke Amerika Utara dan Australia yang masih terbelakang, membuat wilayah ini menjadi wilayah baru bagi Peradaban Barat. Kebudayaan setempat, dan barangkali juga penduduknya tidak mampu mempertahankan keberadaannya, dan akhirnya larut ke dalam Peradaban Barat.

Akselerasi modernisasi di Eropa digerakkan oleh Renesans, Reformasi, pembangunan teknologi, perusahaan kapitalis, pembangunan negara, dan ekspansi seberang lautan. Proses ini mencetuskan suatu rantai reaksi dalam bentuk tiga revolusi besar, yaitu: revolusi ilmiah (scientific revolution), revolusi industri (industrial revolution), dan revolusi politik (political revolution), yang membuat Eropa sangat dinamis dan berkuasa. Ketiga revolusi ini tidak berjalan terpisah, tetapi saling mendukung. Berbagai kemajuan ilmu, teknologi, dan industri saling mendukung satu terhadap yang lain, dan membuat reaksi berkelanjutan. Penemuan Newton tentang hukum gerakan benda-benda langit dan teori Darwin tentang evolusi biologis menstimulir penemuan berbagai gagasan politik. Nasionalisme modern didukung oleh inovasi teknologi, seperti mesin cetak dan telegram; dan sebaliknya kemajuan politik, seperti Revolusi Prancis menjadi dorongan kuat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Akar ilmu dapat ditelusuri sampai ke berbagai peradaban awal, tetapi revolusi ilmiah adalah produk unik Peradaban Barat. Di Barat ilmu menjadi bagian dari masyarakat umum, dan hanya di Barat filosof-ilmuwan dan pekerja ahli (artisan) bersatu dan saling menstimulir. Penyatuan ilmu dan masyarakat, ilmuwan dan pekerja ahli membuat ilmu berkembang di Barat.

Peradaban Barat menyatukan pemikir dengan pekerja, dan hasilnya berbagai temuan besar, baik ilmu, teknologi, maupun politik. Suatu temuan baru mendukung temuan lainnya, dan menimbulkan reaksi kemajuan yang berkelanjutan. Kerja sama yang sangat cerdas ini menjadi suatu lingkaran kemajuan, yang dimulai dengan keingintahuan (curiosity), kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan (inquiry), dan hasilnya berupa penemuan (discovery). Selanjutnya, penemuan baru ini menstimulir keingintahuan yang baru, dan begitu seterusnya. Rangkaian kegiatan ini, yang berlangsung berkali-kali, di berbagai bidang kehidupan, membuat lingkaran curiosity-inquiry-discovery , dan lingkaran ini mengikuti hukum spiral. Kalau lingkaran curiosity-inquiry-discovery berjalan dan berkelanjutan, maka berlaku hukum spiral menaik, artinya ilmu dan teknologi, industri, sosial, dan politik dalam komunitas tersebut semakin meningkat. Secara umum peradaban yang mereka dukung terus berkembang, dan kondisi seperti inilah yang telah terjadi dalam Peradaban Barat. Terwujud kemajuan ilmu, teknologi, ekonomi, sosial, dan politik secara berkesinambungan, dan bahkan membuat Barat pernah mendominasi dunia dalam waktu yang cukup lama. Tetapi, kalau lingkaran curiosity-inquiry-discovery terputus,misalnya karena penyelidikan (inquiry) berkurang, yang tentunya mengakibatkan penemuan (discovery) juga berkurang, dan kemudian berlanjut dengan berkurangnya keingintahuan (curiosity)  ,masyarakat tersebut terkena hukum spiral menurun. Kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan melambat secara berantai atau bahkan terhenti, dan peradaban yang mereka dukung memasuki tahap kemerosotan, dan bukan mustahil kemudian runtuh ditelan waktu.

Persaudaraan Segala Ciptaan.

Revolusi Kesadaran Kedua terjadi sejak puluhan tahun lalu, melengkapi Revolusi Kesadaran Pertama.   Manusia mulai sadar, bahwa walaupun manusia berbeda dari hewan, tumbuhan, dan ciptaan lainnya, mereka adalah bagian integral dari ciptaan ini; kehidupan manusia sangat tergantung pada kelestarian hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya; manusia membutuhkan makanan, air dan udara. Sejak bom atom diledakkan di Nagasaki dan Hirosima, manusia mulai berpikir ulang; mulai menyadari bahwa ada yang salah dalam pola pikir dan perilaku bersama umat manusia; mulai menyadari bahwa kekeliruan penerapan ilmu dan teknologi bisa menghancurkan bumi dan segala isinya, termasuk manusia itu sendiri. Pengembangan ilmu dan teknologi serta penerapannya di segala bidang kehidupan juga harus dalam kerangka  keutuhan ciptaan, bumi, hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya. Manusia harus mau dan mampu kerjasama; gotongroyong memelihara bumi dengan segala penghuninya, manusia, tanah, air, udara, bukit, gunung, lembah, hewan, tumbuhan, hutan, semak belukar, sungai, danau, pantai, laut dan ciptaan lainnya.  Manusia menyadari bahwa kekeliruan penerapan ilmu dan teknologi  bukan membawa kemajuan, tetapi justru mengancam keberadaan bumi, hewan, tumbuhan dan manusia itu sendiri; manusia mulai memasuki  Revolusi Kesadaran Kedua, yang mengingatkan manusia akan kodratnya sebagai ciptaan, yang walaupun mampu menjadi pintar dengan teknologi canggih, manusia tetap saja bagian dari ciptaan, yang untuk bertahan hidup membutuhkan kehadiran ciptaan lainnya. Manusia tidak bisa hidup sendiri, baik 2 juta tahun yang lalu, kini, ataupun 2 juta tahun mendatang. “Seleksi Alam” yang kemudian berubah menjadi “Seleksi Manusia” harus diubah lagi menjadi “Kehidupan Bersama Segala Ciptaan”. Tampaknya, kita membutuhkan suatu teologi baru, yaitu teologi “Persaudaraan Segala Ciptaan”; dan di atas teologi ini kita bangun “ Kehidupan Bersama Segala Ciptaan”.         

Tuhan menganugerahkan kecukupan bagi semua, bagi manusia serta mahluk hidup lainnya dan bagi bumi itu sendiri. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala ciptaan; Tuhan memelihara dan mengendalikan ciptaan-Nya;  Tuhan memberkati ciptaan-Nya itu. Manusia menerima tugas dan tanggungjawab dari Tuhan untuk melanggengkan bangsa manusia; menatalayani bumi serta isinya untuk kecukupan hidup manusia dan mahluk hidup lain; memelihara bumi serta isinya agar tetap baik seperti semula.  Untuk menjalankan tanggungjawab itu manusia menerima kuasa dari Tuhan; kuasa itu bukan milik manusia, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Tuhan menciptakan bumi ini baik; manusia harus memeliharanya agar tetap baik; dan  membiarkan bumi menjadi rusak adalah suatu bentuk pembangkangan kepada Tuhan. Manusia menjalani kehidupannya di muka bumi, dan untuk menjamin kehidupannya itu manusia harus memelihara bumi secara cerdas dan bertanggungjawab. Antara manusia dan bumi terjadi interaksi yang selaras dan saling menghidupi, dan di dalam proses interaksi ini dari ke dua belah pihak tidak ada yang boleh kalah. Kalau bumi kalah dan kemudian rusak, keberadaan dan kehidupan manusia terancam; dan kalau manusia kalah, manusia bisa punah atau peradabannya tidak berkembang. Oleh karena itu, dalam interaksi bumi-manusia, sebaiknya manusia dan bumi secara bersama-sama menjadi pemenang, dan dengan demikian bumi tetap lestari dan manusia beserta peradabannya dapat berkembang; dan untuk itu manusia harus mengakui persaudaraannya dengan bumi, yaitu persaudaraan sebagai sesama ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan dan memelihara segalanya: waktu dan ruang; material dan nonmaterial; dan Tuhan berdaulat atas segala ciptaan-Nya itu., Dari Kejadian 1 kita bisa mempelajari penciptaan, Tuhan menciptakan segalanya dengan baik. Tuhan tidak hanya memberkati manusia, Tuhan juga memberkati hewan, dan bahkan Tuhan lebih dahulu menciptakan dan memberkati hewan. Secara khusus Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, juga dalam keadaan baik. Tuhan memberi kuasa kepada manusia untuk menatalayani segala ciptaan itu sesuai dengan kehendak-Nya, untuk kemuliaan Tuhan dan keutuhan ciptaan. Dan agar manusia mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai penatalayan atas segala ciptaan, Tuhan menganugerahkan akal, nurani dan iman kepada manusia, disertai dengan semangat persaudaraan.           

Persaudaraan segala ciptaan adalah pengakuan manusia bahwa manusia dengan ciptaan lainnya bersaudara sebagai sesama ciptaan Tuhan, dan persaudaraan ini diwujudkan dalam kehidupan, pola pikir dan perilaku manusia. Tuhan menciptakan segalanya baik, dan secara khusus Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dan oleh karena itu manusia mempunyai kemampuan berpikir dan beriman. Tuhan memberi tanggungjawab penatalayanan jagadraya serta isinya kepada manusia, dan untuk itu Tuhan menganugerahkan kemampuan berpikir dan beriman kepada manusia. Manusia mampu berpikir dan dengan kemampuan itu manusia mengembangkan ilmu dan teknologi serta peralatan. Tuhan mengaruniakan iman kepada manusia, dan dengan iman manusia mengenal Tuhan dan menjalankan perintah-Nya. Baik kemampuan berpikir maupun kemampuan beriman adalah anugerah Tuhan, dan oleh karena itu harus digunakan melayani Tuhan dan menjalankan kehendak-Nya. Dari aspek biologis manusia mempunyai banyak persamaan dengan hewan, tetapi dari aspek rasional, moral dan spiritual manusia berbeda jauh dengan hewan. Persaudaraan segala ciptaan menjadi keharusan untuk keutuhan ciptaan, dan sebaliknya rusaknya persaudaraan ini akan mengancam keutuhan segala ciptaan itu sendiri, termasuk manusia. Keutuhan ciptaan membutuhkan persaudaraan segala ciptaan; persaudaraan sesama manusia; dan pengakuan manusia terhadap kedaulatan Tuhan atas segala ciptaan, termasuk manusia. Penyangkalan manusia terhadap kedaulatan Tuhan mengakibatkan kerusakan hubungan manusia dengan Tuhan, dan untuk memperbaiki kembali hubungan tersebut Tuhan menyediakan jalan-Nya.[5]  Untuk itu manusia harus membarui diri, meninggalkan kesombongannya dan merendahkan diri dihadapan Tuhan; menerima dan menjalankan Injil Yesus Kristus; dan mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada segala bangsa.

Persaudaraan segala ciptaan memberi hak kepada ciptaan lainnya untuk menerima sikap persaudaraan dari manusia, dalam bentuk perhatian dan pemeliharaan yang layak dari saudaranya manusia. Manusia harus mau dan mampu merasakan penderitaan hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya, dan berbuat cukup untuk menghilangkan atau mengurangi penderitaan tersebut. Manusia harus mencegah terjadinya kerusakan dan penderitaan ciptaan lainnya; dan kalau sudah terjadi, yang biasanya akibat dari kecongkakan dan kebodohan manusia sendiri, manusia harus segera menjalankan rehabilitasi yang cukup, agar segera pulih dan menjadi baik seperti semula. Berdasarkan pemikiran ini, pemeliharaan bumi adalah sikap dan tindakan persaudaraan manusia terhadap bumi dan segala isinya, dan untuk itu pemeliharaan bumi harus menjadi prioritas dalam semua kegiatan manusia; dalam kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan; dan dalam kegiatan antar negara. Dan kalau pemeliharaan bumi gagal, persaudaraan manusia dengan ciptaan lainnya terkoyak, bencana akan terjadi dan yang paling menderita adalah manusia.

Persaudaraan segala ciptaan menuntut pembaruan pola pikir dan perilaku manusia, antara lain: Pertama, Masyarakat harus dengan sepenuh hati memelihara bumi agar bumi selalu baik, karena bumi serta isinya ini adalah ciptaan dan milik Tuhan yang diciptakan-Nya dalam keadaan baik, dan kemudian kepada manusia diberi kepercayaan menatalayaninya untuk kemuliaan Tuhan dan keutuhan ciptaan; Kedua, Penghormatan terhadap kehidupan manusia harus disertai dengan penghormatan terhadap kehidupan mahluk lain dan juga keutuhan bumi itu sendiri; Ketiga, Masyarakat meninggalkan gaya hidup konsumeristis, dan menggantikannya dengan gaya hidup baru yang secukupnya, kerja keras dan kreatif, demi perdamaian dan keadilan; Keempat, Masyarakat dan negara berhemat menggunakan sumberdaya bumi, dan lebih banyak  menggunakan energi terbarukan seperti energi sinar matahari, energi angin, energi dari tumbuhan, dan energi sampah. Dan disertai dengan pengembangan industri dan instalasi daurulang; Kelima, Masyarakat dan negara mengurangi kecepatan pertumbuhan penduduk, karena daya tampung bumi ada batasnya; Keenam, Masyarakat dan negara perlu lebih giat melaksanakan penangkaran hewan dan tumbuhan langka; Ketujuh, Masyarakat perlu segara sadar bahwa ketamakan adalah kesalahan berat dan oleh karena itu harus ditinggalkan. Kaum tamak harus keluar dari perangkap ketamakan yang telah menjerat mereka, segelintir anak manusia yang lupa diri ini.     

Interaksi bumi-manusia.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan mahluk hidup termasuk manusia, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya memadukan lingkungan hidup ke dalam proses pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, kini dan di masa mendatang. Bumi mampu menghidupi semua ciptaan, tetapi tidak akan mampu melayani keserakahan segelintir kaum tamak. Hidup berkecukupan di bumi ini akan terjamin dalam kehidupan bersama semua mahluk, tetapi ketamakan segelintir orang melupakan segalanya, kecuali nafsu menimbun kekayaan mereka sendiri. Bumi sedang mengalami krisis luar biasa, dan selagi ada waktu krisis ini harus segera ditanggulangi, jangan sampai terlambat dan kita tidak mampu lagi mengatasinya.

Dalam interaksi bumi-manusia yang telah berlangsung jutaan tahun, manusia berhasil meningkatkan peradabannya, dari mastarakat pemburu-pengumpul yang hidup berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lain, berubah menjadi petani yang tinggal menetap. Mengolah lahan dan menanam tumbuhan berguna, menjinakkan hewan dan memeliharanya sebagai ternak peliharaan, dan membangun rumah untuk tempat tinggal. Pada perkembangan selanjutnya manusia belajar lebih banyak tentang rahasia alam: tentang energi seperti api, angin, air dan  energi fosil; tentang logam seperti perunggu dan besi; dan tentang geografi; dan kemudian manusia memasuki era industri. Manusia membuat dan menggunakan berbagai macam alat untuk memudahkannya mengelola berbagai sumberdaya bumi. Semua ini pada awalnya bertujuan baik, untuk mencukupkan bahan pangan, pakaian dan perumahan. Kemajuan ini dimungkinkan karena Tuhan memberi akal dan nurani kepada manusia, dan dengan itu manusia mampu berpikir; dan dengan kemampuan berpikirnya manusia mengembangkan ilmu dan teknologi yang digunakan membuat berbagai macam alat. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, sebagian warga masyarakat manusia berubah menjadi tamak, dan dengan ketamakannya ini masyarakat manusia mengeksploitasi bumi secara berlebihan.         

Manusia yang kemampuannya terbatas itu, secara bersama-sama mendiami satu bumi yang juga terbatas, dan dengan keterbatasan ini manusia perlu memperhatikan: Pertama, Masyarakat manusia hidup dengan menjalankan prinsip “Kecukupan Bagi Semua”; Kedua, Berhemat dalam segala hal: ruang, waktu dan sumberdaya bumi; Ketiga, Kehidupan ini adalah perjuangan untuk kebaikan bersama: manusia, hewan, tumbuhan dan bumi itu sendiri. Pola pikir dan perilaku penghuni bumi harus dalam kerangka menjadi berkat bagi yang lain, dan untuk itu persaudaraan segala ciptaan harus dikedepankan; Keempat, Harus disadari bahwa perburuan kepentingan pribadi dan atau kelompok akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, dan oleh karena itu demi keselarasan kehidupan bersama di muka bumi ini, semua pihak harus mengedepankan kepentingan bersama. Dan untuk ini dibutuhkan dialog terbuka yang damai, tulus, adil dan demokratis oleh semua pihak; Kelima, Semua negara secara bersama harus menyadari bahwa mereka adalah masyarakat manusia penghuni bumi yang hanya satu ini, dan oleh karena itu harus bersikap lebih dewasa dan bertanggungjawab. Keutuhan bumi beserta penghuninya adalah menjadi tanggungjawab bersama semua negara, tanpa kecuali.          

Kerusakan lingkungan hidup.

Emil Salim dalam bukunya berjudul Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi mengungkapkan sebagai berikut: Selama 200 tahun lalu Negara-negara di dunia membangun dengan merusak satu Bumi ini. Sejak revolusi industri hingga sekarang energi yang menggerakkan pembangunan dunia menggunakan minyak bumi dan batubara yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi kepadatannya naik dari 280 parts per million (ppm) sebelum revolusi industri(1780) naik menjadi 380 ppm(2008). Kepadatan GRK ini merupakan “selimut” yang membungkus Bumi. Semakin tebal “selimut”,semakin “panas” suhu bumi. Dalam buku yang sama, Emil Salim menyajikan fakta dan prediksi tentang bahaya kelalaian ini. Pemanasan global  menimbulkan kenaikan permukaan laut,dan sekitar 2000 pulau kecil dari sebanyak 17.000 pulau di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2030. Negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik Selatan, seperti Tuvalu, Kiribati, Vanuatu dan Kepulauan Marshall, sekarang beberapa pulaunya sudah tenggelam pada saat laut pasang. Daratan akan semakin panas dan membangkitkan banyak penyakit. Para pemimpin dunia sepakat, bahwa peningkatan suhu bumi  tidak boleh melewati 2 derajat Celsius di atas suhu praindustri, dan untuk itu konsentrasi kepadatan GRK tidak boleh melampaui 450 ppm. Dunia harus segera mengubah haluan, agar tidak melampaui 450 konsentrasi kepadatan GRK  di tahun 2050. Tetapi yang terjadi justru banyak negara belum serius menghadapi ancaman ini, karena mereka lebih tertarik mengatasi masalah jangka pendek di negara masing-masing.

Di Indonesia, kerusakan lingkungan hidup, seperti: kerusakan hutan, tanah kritis, sungai dan danau yang menyempit dan dangkal. Kerusakan hutan alam di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, dan telah mengakibatkan berbagai bencana alam, seperti longsor dan banjir di musim hujan. Kerusakan ini juga mengancam keanekaragaman hayati dan berbagai fungsi ekologis lainnya. Luas hutan yang semakin menyempit, menurunkan kemampuan alam menyerap air hujan, hingga mengurangi volume air tanah dan air permukaan. Pada musim hujan di lahan gundul bekas hutan terjadi erosi, dan menjadi lumpur yang hanyut ke sungai dan danau, mengakibatkan pendangkalan. Kerusakan hutan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, yang selama ini kurang menikmati manfaat hutan. Di banyak wilayah terjadi kerusakan lingkungan yang berdampak buruk bagi manusia, hewan, tumbuhan dan bagi alam itu sendiri. Berita kerusakan lingkungan tampil tiada hentinya dalam media massa, seperti perubahan iklim; polusi udara, sungai, danau dan laut; banjir dan longsor; keringan dan kekurangan air bersih; pembalakan liar, kebakaran hutan dan kabut asap; penggundulan hutan dan tanah kritis; banyak jenis hewan dan tumbuhan punah. Semua ini menggambarkan bumi sedang mengalami krisis berat, dan krisis ini cepat atau lambat akan mengancam keberadaan mahluk hidup, termasuk manusia. Dan penyebab yang utama dari bencana ini adalah mahluk paling cerdas bernama manusia. Kerusakan lingkungan hidup mengancam kehidupan umat manusia, dan oleh karena itu pelestarian lingkungan hidup harus menjadi prioritas.

Kepulauan Indonesia tadinya dipenuhi hutan tropis, tetapi sekarang sebagian dari hutan itu telah rusak. Kerusakan hutan alam di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, dan telah mengakibatkan berbagai bencana alam, seperti longsor dan banjir di musim hujan. Kerusakan ini juga mengancam keanekaragaman hayati dan berbagai fungsi ekologis lainnya. Luas hutan yang semakin menyempit, menurunkan kemampuan alam menyerap air hujan, hingga mengurangi volume air tanah dan air permukaan. Pada musim hujan di lahan gundul bekas hutan terjadi erosi, dan menjadi lumpur yang hanyut ke sungai dan danau, mengakibatkan pendangkalan. Kerusakan hutan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, dan lebih buruk lagi, karena selama ini masyarakat lokal kurang menikmati manfaat hutan. Timbul anggapan, pengelolaan hutan tidak adil, dan kondisi ini dapat menimbulkan konflik sosial. Dan kerusakan hutan ini, kalau tidak segara ditanggulangi, antara lain dengan penanaman hutan kembali secara besar-besaran, akan mengakibatkan kerugian yang semakin besar, tidak hanya karena gangguan fungsi ekologis, tetapi juga kerugian ekonomi akibat turunnya hasil hutan.         

Ekonomi kehidupan.

Bumi mampu mencukupi kebutuhan semua mahluk hidup; tetapi ketamakan manusia menjadi ancaman bagi kehidupan bersama semua mahluk, dan bumi itu sendiri. Konsumsi berlebihan mendorong eksploitasi bumi melebihi kemampuan untuk regenerasi. Manusia harus menyesali ketamakan dan egoisme-nya dan memperbaiki relasi dengan sesama ciptaan lainnya, demi kelangsungan hidup bersama segala ciptaan.  Bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan untuk tempat hidup semua ciptaan, dan oleh karena itu harus dikelola untuk kehidupan bersama dan keutuhan ciptaan. Ekonomi tidak boleh dijalankan hanya untuk melayani keserakahan segelintir kaum tamak menumpuk kekayaan. Sejarah memjadi saksi, pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh pasar bebas sering tidak adil dan tidak berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi hasil kreativitas sebagian masyarakat, membuat yang kuat semakin kuat, sementara yang lemah terabaikan. Kenyataan ini menyangkal visi Injili tentang perhatian dan kepedulian kepada yang lemah, miskin dan terpinggirkan.

Kaum tamak terperangkap dalam “lingkaran setan ketamakan”.  Individu-individu dan perusahaan- perusahaan menimbun kekayaan, dan untuk menjamin keberlangsungannya, kekayaan memperbanyak dirinya sendiri berlipat ganda, dan proses ini berlangsung terus dengan jumlah kekayaan yang semakin besar, begitu seterusnya dan akhirnya lepas dari kendali pemiliknya. Timbunan kekayaan lepas dari kendali sipemilik, dan telah bermatomormose menjadi Mamon yang memperbudak kaum tamak pemiliknya. Kesimpulannya, yang berperan menjadi “setan” dalam “lingkaran setan ketamakan” adalah timbunan kekayaan itu sendiri; dan oleh karena itu berhati-hatilah dengan timbunan hartamu. Ketamakan segelintir orang di muka bumi ini telah menimbulkan kemiskinan dan pengangguran massal, ketimpangan ekonomi, ketidakadilan, dan kerusakan bumi. Kekayaan yang menetes kepada kaum miskin juga sedikit, dan sebagian dari tetesan itu kembali lagi kepada kaum tamak, dan mengakibatkan ketimpangan ekonomi semakin dalam. Kenyataannya “pasar bebas” itu tidak terwujud, karena pasar dan modal sering dikendalikan untuk mempertahankan keuntungan maksimum pemilik modal. Perdagangan bebas dalam tatanan ekonomi global ternyata di banyak negara mengakibatkan banyak pengangguran dan kemiskinan. Pada akhirnya, ekonomi pasar bebas bermuara pada pengangguran massal, kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup. Ekonomi seperti ini lebih tepat disebut sebagai “ekonomi mengorbankan manusia”. Ekonomi seperti ini harus digantikan dengan ekonomi yang memberdayakan kaum miskin, menjamin kesejahteraan umum dan memelihara lingkungan hidup, dan untuk itu Dewan Gereja-gereja se Dunia (DGD) menawarkan Ekonomi kehidupan. Ekonomi kehidupan bertolak dari pengakuan bahwa seluruh kehidupan ini adalah ungkapan kasih Tuhan, yang memberi kehidupan kepada bumi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan yang baik adalah kesetaraan, kerjasama, keadilan, dan saling berbagi penuh kasih. Keluhan rasa sakit ciptaan dan tangisan kaum miskin menyadarkan kita betapa daruratnya ekonomi, sosial, politik dan ekologi sekarang ini.

Konsumsi yang berlebihan mendorong eksploitasi bumi melebihi kemampuan bumi untuk regenerasi, dan kondisi ini mengancam keberadaan manusia, mahluk hidup lainnya dan bumi itu sendiri. Pemanasan bumi dan berkurangnya keanekaragaman hayati adalah bukti kerusakan bumi; dan kemiskinan parah, pengangguran massal dan ketimpangan ekonomi adalah penderitaan manusia. Semua gejala ini memperlihatkan sistem ekonomi yang sedang berjalan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, mahluk hidup lainnya dan juga bumi. Demi kelangsungan hidup bersama semua ciptaan, sistem ekonomi ini harus dikoreksi. Kecukupan, keadilan, solidaritas dan keutuhan ciptaan dijadikan pendorong utama perekonomian dunia. Perekonomian dan ekologi saling tekait, dan penghapusan kemiskinan tidak akan tercapai tanpa pelestarian ekologis. Dibutuhkan transformasi sistem ekonomi agar perekonomian bergerak ke arah penghapusan kemiskinan dan ketamakan,  dan disertai dengan pelestarian bumi. Dan untuk memperjuangkan transformasi sistem ekonomi ini, gereja-gereja di Indonesia perlu membarui pola pikir dan perilakunya, dan selanjutnya membuka dialog dengan Pemerintah dan masyarakat luas.

Penulis: [dr. Merphin Panjaitan, M.Si - Penasehat DPP MUKI]

profil
bayu admin
Published at 31 Jul 2019
Bagikan Artikel facebook-icon facebook-icon
Komentar 0

Artikel Lainnya

thumbnail
SEKJEN MUKI: Perayaan Natal adalah Tugas Gereja, Mari Kita Dukung
MUKI.OR.ID.Jakarta-Menanggap...
Selengkapnya 03 Dec 2019
thumbnail
Berita Duka Cita
Kami Pengurus DPP MUKI beser...
Selengkapnya 25 Mar 2020
thumbnail
Bersiap di Era New Normal DPD MUKI Gunungkidul Terus Beraksi
MUKI.OR.ID. Gunung Kidul, Pa...
Selengkapnya 22 Jun 2020
thumbnail
Ketua Umum MUKI Hadiri Pelantikan DPW MUKI SULSEL Secara Virtual
MUKI SULSEL TIDAK MENGATAKAN...
Selengkapnya 21 Aug 2021